Estimasi waktu baca: 3 menit
Pada tanggal 10 Maret 2024 yang lalu telah diberlakukan Permendag No.3 /2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 Tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Permendag tersebut memuat antara lain pengaturan baru mengenai Impor produk Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, Kosmetik, dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT). Termasuk dalam suplemen kesehatan adalah vitamin serta campurannya (premix) yang merupakan bahan fortifikan. Untuk menindaklanjuti perubahan tersebut, KFI mengkaji, menampung masukan dan tanggapan dari stakeholder terkait, untuk kemudian mendorong Direktorat Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian untuk meninjau ulang Pemberlakuan Permendag No.3 Tahun 2024. Peninjauan ulang ini menerbitkan perubahan atas Permendag No.3/2024 yang termuat dalam Permendag No.7 Tahun 2024.
Permendag No.3 /2024 saat itu perlu ditinjau kembali karena memuat penambahan persyaratan impor premiks fortifikan. Impor kelompok suplemen kesehatan tersebut yang semula hanya mensyaratkan surat Laporan Surveyor (LS) menjadi LS dan Persetujuan Impor (PI). Surat PI diterbitkan oleh Kementerian Perindustrian (sesuai Permenperin No.4/2024). Berbagai persyaratan harus dipenuhi importir sebelum mendapatkan ijin impor antara lain: (i) Perizinan berusaha bidang perdagangan besar dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) tertentu, (ii) Laporan realisasi Impor dan laporan realisasi distribusi tahun sebelumnya, (iii) Bagan alir penggunaan dan/ atau alur distribusi; dan (iv) Bukti kontrak kerja sama dan kontrak jual beli antara perusahaan industri dengan perusahaan pengimpor bahan suplemen kesehatan tersebut dalam hal produk digunakan sebagai bahan baku dan/ atau bahan penolong bagi perusahaan industri.
Penambahan persyaratan tersebut dimaksudkan untuk mendukung stabilitas industri dan peningkatan kualitas industri di dalam negeri, serta meningkatkan penggunaan produk yang sama dari dalam negeri. Namun demikian dalam komunikasi dengan Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) dan Sebagian produsen terigu kami peroleh informasi bahwa penambahan persyaratan tersebut berpotensi menghambat kelancaran pasokan premiks fortifikan tersebut. Selanjutnya karena kandungan fortifikan merupakan syarat wajib pada produk terigu, maka hambatan pasokannya dikhawatirkan berdampak pada hambatan kelancaran produksi terigu, yang pada gilirannya akan mengganggu proses produksi pada industri pengolahan pangan berbasis terigu, baik yang berskala usaha kecil hingga usaha besar. Pengalaman sebelumnya menunjukkan bahaw abila relaksasi diterapkan, maka akan sangat sulit untuk memulainya kembali. Artinya akan ada suatu masa dimana seluruh terigu tdak difortifikasi yang tentunya akan sangat merugikan kesehatan masyarakat. Kemungkinan lain adalah berhentinya industri terigu karena kekhawatiran terkena tuduhan pelanggaran SNI akibat terigu tidak difortifikasi. Terganggunya industri tepung terigu yang menyerap begitu banyak tenaga kerja baik di pabrik terigu maupun industri besar, menengah dan kecil produk-produk turunannya yang banyak melibatkan UMKM dan bila berkepanjangan dikhawatirkan akan memperlambat pertumbuhan ekonomi nasional dan berpotensi menimbulkan efek ganda pada perekonomian Indonesia.
Untuk menghindari dampak negatif yang dikhawatirkan bagi para pelaku usaha maupun kelangsungan program fortifikasi wajib tepung terigu, KFI sebagai bagian dari tim sekretariat Forum Koordinasi Fortifikasi Pangan Nasional mengirimkan surat permohonan peninjauan ulang pemberlakuan Permendag No.3 Tahun 2024 kepada Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian. Hasil dari peninjauan ulang tersebut tertuang dalam Permendag No. 7 Tahun 2024 yang mengubah Permendag No.3/2024. Syarat untuk impor premiks fortifikan adalah Laporan Surveyor dengan penagawasan post border (pengawasan saat beredar bebas/pasar), dan tidak lagi dengan Persetujuan Impor (PI).