Kerja Sama KFI dengan TechnoServe

Estimasi waktu baca: 2 menit

Penandatanganan MOU KFI dengan TechnoServe pada 24 September 2024

Sesuai dengan roadmap pengembangan KFI ke depan untuk menjadi organisasi yang semakin mandiri dan terus memperluas jejaring kemitraan internasional, baru-baru ini KFI menandatangani MoU dengan TechnoServe, suatu lembaga pembangunan nirlaba yang bekerja sama dengan  sektor swasta untuk membantu mengatasi kemiskinan, melalui pembangunan pertanian, bisnis, dan industri yang kompetitif di negara berkembang. Untuk itu telah dilakukan penandatanganan MoU pada tanggal 24 September 2024.

Tiga bidang kegiatan akan dikerja-samakan dalam rangka memperkuat pelaksanaan Fortifikasi Pangan Skala Luas (FPSL), yaitu: (1) Advokasi kepada para pembuat kebijakan di tingkat nasional dan sub-nasional dalam bidang perencanaan, evaluasi, dan pengendalian program fortifikasi pangan wajib; (2) Penyediaan dukungan teknis untuk meningkatkan kapasitas industri, pejabat pemerintah, akademisi, dan organisasi terkait agar pangan difortifikasi memenuhi standar secara berkelanjutan, untuk mengatasi kelaparan dan kemiskinan tersembunyi melalui peningkatan status kesehatan dan produktivitas; dan (3) Tinjauan, studi, sintesis, dan penyebaran pengetahuan dan informasi tentang praktik baik untuk meningkatkan efektivitas Program Fortifikasi Pangan Skala Luas.

Telah didiskusikan potensi kegiatan kerja sama khusus untuk membantu pemerintah yang sedang menyiapkan program fortifikasi beras. Dalam fortifikasi beras ini, salah satu masalah utama adalah masih mahalnya biaya fortifikasi yang mencapai sekitar 7,5% – 12% dari harga beras (Proyek Rice fortification for the poor, ADB & Bappenas, 2019), sedangkan biaya yang ideal adalah 1%-5%. Untuk itu KFI dan Techno Serve (melalui program Millers for Nutrition) akan menjajaki kemungkinan menurunkan volume fortifikan (fortificant rice kernel, FRK) yang ditambahkan pada beras, dari yang semula 1% menjadi 0,5% dengan kadar vitamin dan mineral yang sama (konsentrasinya ditambah menjadi sekitar dua-kalinya). Hal ini berpeluang menurunkan harga beras fortifikasi sebesar 20-30%.

Apakah pendekatan tersebut merupakan feasible solution dan faktor apa saja yang perlu dipertimbangkan?. Untuk itu akan dilakukan diskusi intensif dengan pemangku kepentingan termasuk pakar teknologi pangan, pelaku penggilingan padi, dan industri fortifikan. Selanjutnya yang tidak kalah penting adalah melakukan uji coba untuk mendapatkan data dan informasi penting dari implementasi formula fortifikan tersebut pada beras: penampakan, organoleptik, homogenitas, penerimaan konsumen serta efisiensi biayanya. Hasil analisis dan uji coba tersebut akan menjadi bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan.

-Hanifah Hana Pertiwi-

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

ID