Yayasan Kegizian Pengembangan Fortifikasi Pangan Indonesia (KFI)
Memberikan kontribusi kepada terbentuknya masyarakat Indonesia yang sehat, cerdas dan produktif melalui perbaikan gizi dengan fortifikasi pangan
Jakarta, 10 Januari 2024
Saya mewakili seluruh jajaran pengurus Koalisi Fortifikasi Indonesia (KFI) mengucapkan Selamat Tahun Baru 2024. Di momen tahun baru ini, saya mengajak kita semua untuk menguatkan kembali semangat untuk memperkuat dan melakukan percepatan fortifikasi wajib di Indonesia.
Berdasarkan Megatrend 2045, diperkirakan dunia akan dihadapkan pada 10 tantangan global yaitu perubahan trend demografi, urbanisasi, perdagangan internasional, keuangan global, kelas pendapatan menengah, persaingan sumber daya alam, perubahan iklim, kemajuan teknologi, perubahan geopolitik, dan perubahan geoekonomi yang keseluruhannya akan berdampak besar terhadap produksi pangan dan akses konsumsi pangan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Dampak perubahan iklim seperti banjir, kekeringan, atau perubahan pola musim dapat menghambat produksi pertanian dan terjadinya penurunan pasokan pangan yang berakibat pada peningkatan harga pangan dan tentunya ini akan semakin memperburuk kemampuan penduduk 40% terbawah yang cenderung mengalami defisiensi zat gizi mikro utama seperti zat besi, asam folat, vitamin A, iodium, dan sebagainya karena terbatasnya daya beli terhadap pangan beranekaragam.
Setelah menghadapi hampir 3 tahun masa pandemi COVID-19 kini Indonesia dihadapkan pada peningkatan harga pangan yang disebabkan oleh kekeringan (el Nino) berkepanjangan, memanasnya suhu geopolitics khususnya perang Rusia-Ukraina dan konflik berkepanjangan Israel-Palestina. Pada tahun 2022 inflasi harga pangan strategis (volatile food) sebesar 5.61%, dan meningkat menjadi 6.31% pada tahun 2023. Badan Pangan Nasional (BAPANAS) menyebutkan harga beras naik sebesar 14,08%, gulanaik 20% dan beberapa jenis panganlain juga naik di tahun 2023. Berdasarkan studi WFP (2021), kemampuan masyarakat Indonesia dalam memenuhi diet sehat sangat dibatasi oleh daya beli. Meski hampir seluruh masyarakat Indonesia mampu memenuhi kebutuhan diet sumber energi, namun harga diet sehat yang nilainya sekitar 4-5 kali lipat harga diet sumber kalori menyebabkan hanya 1 dari 2 orang Indonesia tidak mampu menjangkaunya.
Oleh karenanya fortifikasi pangan menjadi harapan satu-satunya untuk menutupi kesenjangan asupan zat gizi mikro karena diet masyarakat yang tidak seimbang. Tidak mengherankan apabila WHO dalam World Health Assembly ke-76 mengadopsi resolusi tentang perlunya percepatan pencegahan kekurangan zat gizi mikro melalui fortifikasi pangan secara efektif. Resolusi tersebut mendesak negara-negara anggota untuk membuat keputusan mengenai fortifikasi pangan dengan zat gizi mikro dan/atau suplementasi serta mempertimbangkan cara-cara untuk memperkuat mekanisme pembiayaan dan pemantauan.
Fortifikasi pangan berskala besar (LSFF) adalah bagian dari solusi. LSFF telah terbukti efektif dalam mengurangi kelaparan tersembunyi dan sangat hemat biaya. Fortifikasi pangan ditemukan sebagai metode yang paling hemat biaya dengan biaya 66 USD per Disability-Adjusted Life Years (DALY). Perkiraan rasio manfaat-biaya kesehatan adalah USD 17 untuk setiap USD 1 yang diinvestasikan. Biaya fortifikasi pangan untuk mengatasi kekurangan yodium, vitamin A, dan zat besi di banyak negara umumnya kurang dari 0,5% dari harga produk, tanpa biaya tambahan untuk distribusi ke konsumen.
Merujuk pada inisiatif WHO di atas dan mempertimbangkan perkembangan kondisi di dalam negri yang saat ini mengalami tekanan berat dalam mewujudkan gizi seimbang bagi setiap warga negara, terlebih mereka yang tergolong sebagai rumahtangga miskin ekstrim, miskin dan nyaris miskin, diperlukan srategi yang tepat untuk menjamin agar asupan zat gizi mereka, khususnya zat gizi mikro memenuhi rekomendasi kecukupan gizi. Apalagi Indonesia telah mencanangkan tahun 2045 sebagai tahun keemasan Indonesia (Indonesia Emas 2045), dimana setiap warga negara hidup dalam kondisi yang sejahtera-bebas dari kemiskinan, sehat, produktif dan kompetitif, maka kekurangan zat gizi mikro harusnya tidak lagi menjadi isyu kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, Yayasan Kegizian Pengembangan Fortifikasi Pangan di Indonesi (KFI) memandang perlu untuk terus mendorong pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan untuk memperkuat program fortifikasi (LSFF) di Indonesia. Untuk mennjamin terwujudnya hal itu, secara khusus KFI memberikan masukan kepada Bappenas untuk memasukkan LSFF dan biofortifikasi ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045. Bahkan KFI memandang perlu agar upaya percepatan implementasi menyeluruh untuk mewujudkan 100% cakupan fortifikasi wajib yodium pada garam, vitamin A pada minyak goreng, dan zat besi pada tepung terigu serta beras di masa mendatang harus didukung oleh kelembagaan yang efektif sebagai wadah koordinasi kerja sama lintas pelaku. KFI telah membantu Bappenas dalam menyusun rancangan forum koordinasi LSFF yang bersifat inklusif dengan melibatkan multi stakeholder agar upaya percepatan tersebut terwujud dan kelaparan tersembunyi dapat diatasi secara menyeluruh. Dalam masukan tersebut tata organisasi, peran kelembagaan, mekanisme koordinasi, tindak lanjut dan monitoring-evaluasinya telah dituangkan dalam konsep yang disusun bersama oleh KFI dan Bappenas serta para pemangku kepentingan lainnya.
Sebagai penutup, saya mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk merapatkan barisan bekerjasama secara sinergis dalam percepatan pencapaian 100% cakupan fortifikasi pangan wajib, sehingga memberikan kontribusi nyata pada tercapainya cita-cita mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Tentang Fortifikasi
-
Mengapa Negara Perlu Fortifikasi Pangan: Siapkah Indonesia?
-
Beberapa Masalah Pelaksanaan Fortifikasi di Indonesia
-
POTENSI BIOFORTIFIKASI SEBAGAI SOLUSI PENANGGULANGAN KURANG GIZI MIKRO
-
Pelaksanaan Fortifikasi Tepung Terigu
-
Pelaksanaan Fortifiasi Minyak Goreng Sawit dengan Vitamin A
-
KFI Capacity Building
KFI Menerbitkan Artikel Jurnal Berjudul : Kontribusi Konsumsi Minyak Goreng Sawit Kemasan terhadap Asupan Vitamin A
Pada 30 September 2024, KFI menerbitkan artikel pada Jurnal Ilmu Gizi dan Dietetik berjudul Kontribusi Konsumsi Minyak Goreng Sawit Kemasan terhadap Asupan Vitamin A. Artikel
Kerja Sama KFI dengan TechnoServe
Sesuai dengan roadmap pengembangan KFI ke depan untuk menjadi organisasi yang semakin mandiri dan terus memperluas jejaring kemitraan internasional, baru-baru ini KFI menandatangani MoU dengan
Keanggotaan KFI dalam Perhimpunan Filantropi Indonesia
Dalam rangka memperluas jejaring kerjasama kemitraan, KFI telah bergabung menjadi anggota Perhimpunan Filantropi Indonesia (PFI) sejak September 2023. KFI bukan saja sebagai anggota aktif, tetapi
KETERLIBATAN KFI DALAM PERSIAPAN PROGRAM MAKAN BERGIZI
Di beberapa kesempatan, KFI menyampaikan tanggapan dan masukannya untuk program makan bergizi yang akan dicanangkan terlaksa mulai tahun 2025. Pada 29 Juli 2024 lalu, Institute
STRATEGI KOMUNIKASI NASIONAL FORTIFIKASI PANGAN – KFI
Hidden hunger atau kelaparan tersembunyi merupakan kondisi Kekurangan Gizi Mikro (KGM) khususnya zat besi, seng, yodium, serta vitamin A di dalam tubuh. Kelaparan tersembunyi umumnya
Analisis Vitamin A pada Minyak Goreng Sawit Fortifikasi
Kementerian Perindustrian atas permintaan Kementerian Kesehatan telah menetapkan Pemberlakuan SNI MGS (Minyak Goreng Sawit) nomor 7709 Tahun 2012 secara wajib dan diperbarui melalui SNI nomor
Komentar
Komentar terkait Fortifikasi