BAGIAN I
Dari Redaksi : FORTIFIKASI PANGAN DI INDONESIA KURANG PERHATIAN ?
Ref. :
1). Soekirman and Idrus Jusat, 2017, Food Fortification in Indonesia-Invited Review, Malaysian J.of Nutr. Vol 23,No.1;
2) Helena Pachon, 2015, History of Food Fortification, Slide Presnetation FFI
Redaksi NL KFI mengamati dan merasakan dalam tahun 2016 dan 2017, bila dibandingkan pada dekade sebelumnya (tahun 1980-1990an), semangat dan perhatian pemerintah dan masyarakat terhadap program fortifikasi pangan sangat menurun. Indikasi adanya penurunan perhatian tersebut terlihat dari adanya beberapa permasalahan pelaksanaan fortifikasi di Indonesia. Pertama masalah pelaksanaan fortifikasi wajib garam yang berlaku sejak 1994; kedua fortifikasi wajib tepung terigu mulai tahun 2001, ketiga terus ditundanya pelaksanaan fortifikasi wajib vitamin A pada minyak goreng sawit yang semula akan berlaku mulai 2016, dank e-empat fprtifikasi beras. Atas dasar data dari studi-studi yang telah dilakukan di Indonesia dan beberapa Negara lain, kurangnya perhatian terhadap fortifikasi pangan, berpotensi mengurangi efektivitas program-program perbaikan gizi lain untuk mencapai sasaran SDGs khusunya tentang stunting.
News Letter KFI nomor ini mau mengingatkan bagaimana pendapat dunia tentang fortifikasi pangan sebagai bagian pencapaian sasaran SDGs. Berikut ini saya sajikan beberapa statements Bank Dunia dan beberapa lembaga dunia lainnya tentang pentingnya fortifikasi pangan.
- Bank Dunia sejak tahun 2006 mengatakan bahwa „food fortification is the most cost effective intervention“ to prevent and combat malnutrition including stunting.
- Global Development Program dari Bill and Melinda Gate Foundation 2015 …“fortifikasi adalah „Powerful Tool“ untuk menurunkan angka stunting sebagai goal ke-2 dari SDGs. Seperti diketahui Bill Gate adalah salah satu orang terkaya didunia dan kekayaannya banyak disumbangkan untuk membantu mengatasi kemisinan dan kekurangan gizi di negara-negara berkembang. Indonesia adalah satu negara yang dibantu mengembangkan fortifikasi miunyak goreng sawit dengan vitamin A, melalui lembaga internasional GAIN (Global Alliance fo Improved Nutrition).
- Konperensi Tingkat Tinggi (Summit Meeting) Dunia tentang Fortifikasi Pangan di Arusha, Tanzania 2014, ……….. „.Food fortiication should become a critical pillar of national nutrition security plans. Unless we can rapidly scale up the availability and consumption of fortified foods in countries, the achievement of SDGs will be impossible. Food fortification is a vital tool to make progress towards the World Health Assembly goal to reduce anemia among women of reproductive age.
- Copenhagen Consensus 2015, suatu lembaga ekonomi dunia di Copenhagen yang beranggautan beberapa para pakar ekonomi dunia, telah menghitung keuntungan investasi pada pembangunan manusia, termasuk investagi gizi. „The return on investment of food fortification is one of the highest development dividents. A rough estimate for low and middle incoma contries suggests the cost benefit of fortification is around 30:1“
Beberapa Masalah Pelaksanaan Fortifikasi di Indonesia
Pelaksanaan Fortifikasi Wajib Garam dengan zat Iodium.

Sejak awal tahun 1990an sampai 2000, pemerintah pusat, daerah dan masyarakat bersemangat melaksanaknya. Pada tahun 1990an dikenal iklan di dengan gambar anak pakai toga dengan tulisan Garam Beriodium Mencerdaskan Anak. Zat iodium dalam garam selain mencegah leher membesar akibat gondokan juga dapat menyebabkan bayi cacad, tumbuh kerdil, dan bodoh.Saya percaya promosi dan pendidikan gizi yang intensif , pengawasan mutu, dan tindakan hukum para pemalsu garam beriodium dipasaran, berdampak positif. Sebagai contoh, konsumsi garam ber iodium dalam dosis yang benar terus meningkat dari …….% tahun…., menjadi …..% tahun 2015 (?). Demikian juga cakupan RT yang menggunakan garam beriodium dengan kuwalitas yang benar terus meningkat. (DATA?). Prevalensi gangguan akibat kurang iodium (GAKI) terus menurun, kecuali………………….(DATA?). Perhatian Pemda didaerah endemik dibantu oleh LSM dalam negeri dan badan internasional (UNICEF, NI, GAIN ) terhadap GAKI cukup menggembirakan. Namun achir-akhir ini sepertinya perhatian itu memudar. Hal tersebut antara lain ditadai menurunya jumlah garam beriodium dipasar . Di Vietnam di buktikan apabila persedian garam beridium dipasar berkurang, maka konsumsi garam beriodium yang bermutu sesuai standar juga menurun. Itu merupakan salah satu pertanda menurunnya kegiatan pengawasan mutu dan kegiatan pembinaan produksi garam beriodium . Pertemuan-pertemuan yang membahas masalah GAKi dan garam beriodium juga jarang sekali diadakan, tidak sesering pada waktu yang lalu.
Pelaksanaan Forifikasi Tepung Terigu.

Meskipun fortifikasi wajib tepung terigu telah dimulai sejak tahun 2001, pelaksanaannya belum memuaskan kalau tidak mau dikatakan mengecewakan. Hasil evaluasi yang baru diadakan 2-3 tahun yang lalu ,meragunkan efektivitas fortifikasi tepung terigu di Indonesia dalam menurunkan prevalensi anemi gizi besi. Ada 2 sebab utama. Pertama , karena formula fortifikasi yang dipakai tidak sesuai dengan ketentuan WHO; kedua , lebih 15 tahun tidak dilakukan evaluasi dampak („effectiveness study“). Ada beberapa kalangan yang menganggap tidak perlu sudi evaluasi karena sudah dilakukan dibanyak negara lain. Selain itu studi evaluasi fortifikasi tidak prioritas dalam agenda penelitian kesehatan nasional di Indonesia. Saat ini sedang dilakukan pembaruan jenis senyawa zat besi dan lain-lian untuk disesuaikan dengan rekomendasi WHO.
Pelaksanaan Fortifikasi Minyak Goreng Sawit dengan Vitamin A.

Fortifikasi ini mulai dicoba tahun 2008 oleh Kementerian Kesehatan dengan bantuan dana dari ADB. Kemudian di „scale up“ secara nasional tahun 2012 dalam bentuk Public Private Partnrship (PPP) antara pemerintah (Kementerian : Bappenas, Kesehatan, Perindustrian, Perdagangan, BPOM), Industri Minyak Goreng, Akademisi, dan Lembaga Masyarakat :Yayasan Kegizian Pengembangan Fprtifikasi Pangan Indonesia (KFI), dengan bantuan dana dari GAIN Geneva (Global Alliance for Improved Nutrition). Dengan peraturan Menteri Perindutrian SNI no……………, tahun 20…. disarankan agar produsen minyak goreng sawit secara sukarela mem-frtifikasi minyak goreng sawit dengan Vitamin A. Sampai tahun 2015 jumlah produsen MGS meningkat dari …….tahun……menjadi …….. taun 2015, tahu 2017 …….industri. Dengan itu berarti kurang lebih ……………% produk MGS telah difortifikasi dengan viatmin A. Disayangkan rencana pemerintah untuk meningkatkan forotifikasi sukarela menjadi wajib tahun 2016 ditunda sampai akhir 2018. Penelitian Zimmerman 2014 membuktikaan bahwa fortiikasi wajib lebih efektif mencegah kekurangan gizi dan meningkatkan kesehatan masyarakat, dibanding dengan fortifikasi sukarela.
Percobaan Fortifikasi Beras.
Sejak awal diluncurkannya fortifikasi wajib tepung terigu tahun 2001/2002, banyak dipertanyakan mengapa terigu yang didahulukan tidak beras. Jawabnya karena ada hambatan tehnis untuk fortifikasi beras. Dibanding dengan fortifikasi tepung trigu yang saat sudah berlaku wajib di …… negara sejak tahun 1940an; fortifikasi beras baru dilaknanan di 6 negara yaitu ……………………………………………… Di Indonesia baru dicoba oleh Pemerintah (BULOG, Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan , dan IPB) dibawah koordinasi Bappenas, tahun 2015-2016 dengan bantuan dana ADB. Hasilnya belum memuaskan dan salah satu hambatan utama adalah adanya kenaikan harga beras relatip cukup tinggi setelah difortifikasi. Padahal salag satu persyaratan penting dari fortifikasi pangan adalah tidak boleh terjadi pernbedaan harga yang menyolok antara beras biasa dan beras fortifikasi. KFI menyarankan agar upaya fortifikasi beras di Indonesia dilanjutkan oleh industri beras swasta seperti dilakukan di beberapa negara yang sudah melaksanakannya.
Dapat disimpulkan bahwa secara global diakui bahwa fortifikasi pangan adalah bagian penting dari program gizi untuk mencapai sasaran SDGs dan pelaksanaan PerPres 59/2017 tentang tentang Pelaksanaan Pencapaian Tjujuan Pembangunan Berkelanjutan. Goal ke-2 menhapus kelaparan (Zero Hunger) termasuk mengurangi jumlah anak pendek (stunting) karena kurang gizi‘. Diharapkan ditahun 2018 semua fortifikasi wajib garam, tepung terigu dan minyak goreng sawit, yang sudah dimulai sejak awal 1990an, dapat dilaksanakan dengan lebih baik dan efektif mencegah dan mengatasi masalah kurang gizi mikro khususnya kurang zat iodium, zat besi. Zat seng, asam folat dan kekurangan vitamin A.