POTENSI BIOFORTIFIKASI SEBAGAI SOLUSI PENANGGULANGAN KURANG GIZI MIKRO

Estimated reading time: 4 menit

Jarot Indarto, SP, MT, MSc, Ph.D
Direktur Pangan dan Pertanian
Kementerian PPN/Bappenas

Dr. Untung Susanto, SP, MP
Pusat Penelitian Tanaman Pangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
***

Beras fortifikasi menurut PerBapanas No. 2 tahun 2023 merupakan beras yang diperkaya atau ditambahkan dengan satu atau lebih zat gizi yang secara alamiah tidak terkandung atau terkandung dalam jumlah kecil yang dilakukan melalui intervensi agronomis maupun pemuliaan atau penambahan zat gizi. Merujuk pada peraturan tersebut, biofortifikasi sendiri sudah termasuk ke dalam fortifikasi. Pendekatan agronomis dalam biofortifikasi dimana beberapa penelitian dilakukan dengan pemupukan, didapatkan hasil bahwa sifatnya masih belum sustainable sehingga perlu diberikan perlakuan khusus atau tambahan input pada setiap musim tanam. Sedangkan pendekatan pemuliaan tanaman dinilai lebih sustainable, massif sehingga varietas ini akan bisa diproduksi secara terus menerus di daerah tersebut dan dapat menjangkau daerah yang jauh dan ditanam disana serta bersifat efisien karena dengan pendekatan pemuliaan tanaman itu tidak memerlukan input tambahan sehingga akan terjadi secara alami.

Kegiatan biofortifikasi pangan yang dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian telah berlangsung lama terutama di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Subang, Jawa Barat.

Selanjutnya kegiatan ini diperkuat dengan PERPRES 18/2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Dalam RPJMN tersebut tertuang bahwa Program Prioritas Peningkatan Ketersediaan, Akses dan Kualitas Konsumsi Pangan meliputi:

  1. Peningkatan kualitas konsumsi, keamanan, fortifikasi dan biofortifikasi pangan, dengan program
    • pengembangan benih padi dan produk rekayasa genetika,
    • pengembangan pangan lokal, diversifikasi bahan pangan di tingkat masyarakat, dan penyediaan dan perbaikan kualitas pangan anak sekolah;
  2. Peningkatan ketersediaan pangan hasil pertanian dan pangan hasil laut secara berkelanjutan untuk menjaga kestabilan pasokan dan harga kebutuhan pokok, dengan program
    • fasilitasi budidaya padi, jagung, ternak dan komoditas pangan strategis,
    • penyediaan input produksi (termasuk pupuk),
    • sistem perbenihan nasional;
  3. Peningkatan produktivitas, berkelanjutan sumber daya manusia (SDM) pertanian dan kepastian pasar, dengan program
    • penguatan basis pertanian,
    • pembentukan korporasi petani, asuransi pertanian,
    • pembiayaan inklusif,
    • pelatihan dan penyuluhan;
  4. Peningkatan produktivitas, berkelanjutan sumber daya pertanian dan digitalisasi pertanian, dengan program
    • pengelolaan lahan terutama lahan suboptimal, lowland dan lahan kering,
    • efisiensi air,
    • jalan produksi dan jalan usaha tani;
  5. Peningkatan tata kelola sistem pangan nasional, dengan program
    • penguatan sistem logistik,
    • pengembangan resi gudang,
    • pengelolaan sistem pangan berkelanjutan,
    • pengelolaan sistem pangan perkotaan,
    • pengelolaan limbah pangan.

Pada tahun 2021, FAO, IFAD, UNICEF, WFP, dan WHO melaporkan dalam ”The State of Food Security and Nutrition in the World” dengan tema “Transforming Food Systems for Food Security, Improved Nutrition and Affordable Healthy Diets for all” bahwa fortifikasi dan biofortifikasi merupakan program yang efektif untuk menurunkan besaran masalah kurang gizi mikro serta sensitif untuk memberikan perlindungan sosial bagi masyarakat yang tidak mampu. Sampai saat ini, program biofortifikasi telah menghasilkan varitas pangan kaya zinc (beras dan jagung), kaya vitamin A (singkong, jagung, dan ubi jalar merah), kaya besi (kacang merah, kentang, dan lentil).

Dalam rancangan awal Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) salah satu misi transformasi Indonesia, yang terkait dengan biofortifikasi, adalah transformasi ekonomi (antara lain: Iptek, Inovasi, dan Produktivitas ekonomi, penerapan ekonomi hijau, dan transformasi digital), sedangkan landasan transformasi yang diusung adalah ketahanan sosial budaya dan ekologi (antara lain berketahanan energi, air dan kemandirian pangan). Kerangka implementasi transformasi dalam RPJPN adalah mewujudkan pembangunan kewilayahan yang merata dan berkeadilan, mewujudkan sarana dan prasarana yang berkualitas dan ramah lingkungan, serta mewujudkan kesinambungan pembangunan. Upaya-upaya pangan-pertanian yang merupakan sensitif intervensi gizi dapat dijabarkan sebagai berikut:

  1.  input: bibit beras biofortifikasi;
  2. production :  produksi pangan biofortifikasi termasuk beras biofortifikasi zinc;
  3. processing : fortifikasi pangan terstandar, antara lain beras fortifikasi, tepung terigu dengan zat besi dan vitamin A, minyak goreng dengan vitamin A, garam dengan yodium, dan pengembangan UMKM untuk memenuhi SNI,
  4. distribution : keterjaminan sistem keamanan pangan;
  5. marketing : pelabelan, pemasaran wajib (garam beryodium);
  6. consumption : pedoman gizi seimbang, pendidikan konsumen tentang pangan sehat, diversifikasi, konsumsi pangan lokal;
  7. ’monitoring dan evaluasi’: diperlukan analisa situasi besaran masalah kurang gizi mikro secara berkala.

Biofortifikasi INPARI IR Nutri Zinc merupakan salah satu model aktivitas penelitian untuk menghasilkan intensi dan inovasi untuk kepentingan nasional. Aktivitas penelitian dilakukan untuk menghasilkan intensi dan inovasi dalam rangka kepentingan nasional yang dapat berjalan dan diaplikasikan langsung. Dukungan dari pemerintah tepat untuk memaksimalkan keuntungan dari varietas tersebut sudah dimulai dari tahun 2020 melalui pendekatan multi-sektor. Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa hambatan yang dihadapi seperti rasa nasi tidak diterima oleh sebagian konsumen beras di Indonesia dimana dirasa seperti beras perak di Jawa. Kemudian, perlunya rantai pasok khusus untuk mencapai masyarakat sasaran dengan tepat. Selanjutnya, kandungan Zinc yang beragam antar daerah membuat patokan batas angka tertentu akan sulit untuk ditetapkan.

Biofortifikasi kedepannya akan terus dilanjutkan dengan pembuatan varietas baru untuk perbaikan varietas padi sawah Inpari IR Nutri Zinc agar nasi yang dihasilkan menjadi lebih pulen, berbiji besar, serta tahan penyakit. Biofortifikasi merupakan salah satu prioritas penelitian BRIN mulai dari teknik konvensional hingga termutakhir seperti genome editing, studi trancriptomic, serta kolaborasi pemulia biofortifikasi (sharing galur, varietas loka, sarana) dan Harvest Plus.

Beberapa mindset yang diperlukan dalam pendekatan biofortifikasi, diantara lain :

  1. Pangan sehat bergizi bermanfaat untuk semua
  2. Peningkatan gizi pangan pokok (biofortifikasi) akan meningkatkan baseline status gizi masyarakat, dan perlu di-maintain secara berkelanjutan
  3. Pangan biofortifikasi adalah pangan rakyat
  4. Pada kondisi tertentu perlu upaya prioritas sasaran

Dalam upaya untuk mensukseskan program biofortifikasi nasional dibutuhkan sinergi dari multi-sektor dan program mulai dari Kementerian Pertanian, BKKBN, Ketahanan pangan pusat/daerah, Kementerian Kesehatan, Dinas Pendidikan, dll. Serta dengan adanya penelitian, invensi, dan inovasi yang menyatu dengan stakeholder akan memasifkan aplikasi teknologi yang dihasilkan untuk memanfaatkan teknologi tersebut secara maksimal.

Terkait:

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

ID