18 APRIL 2024 | HARRIS HOTEL
Kebijakan fortifikasi wajib vitamin A pada minyak goreng kemasan dilandasi oleh pemberlakuan SNI Minyak Goreng Sawit (MGS) nomor 7709 Tahun 2012 secara wajib dan diperbarui melalui SNI nomor 7709 Tahun 2019. Salah satu yang diatur dalam SNI tersebut adalah kandungan vitamin A MGS di tingkat produksi minimal 45 IU.
Sejak pemberlakuan kembali penerapan SNI MGS, belum pernah dilakukan kajian kandungan vitamin A dalam MGS bermerek di tingkat peredaran, kecuali dilakukan oleh BPOM untuk keperluan monitoring penegakan peraturan. KFI dan Nutrition International (NI) telah melakukan kerjasama survei minyak goreng sawit top brand (MGS dengan market share tertinggi) di Indonesia, termasuk MGS kemasan Minyakita di dua kota besar di Indonesia, yaitu Jakarta dan Surabaya. Pengukuran kandungan vitamin A MGS dilakukan dengan menggunakan alat ukur I-Check Chroma-3, yaitu suatu alat portable fotometer buatan Bioanalyt Jerman untuk mengukur kadar vitamin A dalam MGS dan menggunakan HPLC di laboratorium analisis Balai Besar Industri Agro (BBIA) Bogor.
Hasil kajian tersebut disampaikan pada diseminasi tanggal 18 April 2024, di Harris Hotel. Diseminasi bertujuan menginformasikan kepada pemangku kepentingan terkait pelaksanaan survei minyak goreng sawit yang telah dilaksanakan KFI dan Nutrition International, sekaligus memberikan gambaran tentang ketelitian alat ukur portable Icheck-Chrome dibandingan dengan hasil pengukuran menggunakan HPLC di BBIA. Diseminasi dihadiri perwakilan dari Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, BPOM, Badan Pangan Nasional, Mitra Pembangunan, Asosiasi Industri Minyak Goreng (GIMNI, AIMMI) dan GAPMMI, Industri MGS, serta berbagai Lembaga Non Pemerintah.
Dalam sambutannya, Ibu Nina Sardjunani, Ketua Umum KFI, menyampaikan bahwa salah satu persoalan yang masih dihadapi oleh Indonesia dalam program fortifikasi minyak goreng sawit adalah minimnya reguler monitoring yang dilakukan unruk memantau kandungan vitamin A untuk memastikan bahwa MGS kemasan bermerk yang terfortifikasi di tingkat produsen dan pasar/eceran mengandung Vitamin A sesuai dengan peraturan. Masih terbatasnya pemantauan ini disebabkan oleh tingginya biaya dan waktu untuk analisis. Disampaikan pula bahwa pengembangan dan pemanfaatan peralatan dan perlengkapan uji cepat (rapid test instruments/rapid assessment) yang praktis untuk monitoring lapangan bermanfaat untuk memperkaya data dan informasi terkini terkait pelaksanaan program fortifikasi dengan biaya yang lebih terjangkau. Diharapkan juga dalam waktu dekat akan tersedia peralatan yang dapat digunakan untuk uji cepat pada garam, terigu dan beras. Bpk. Herrio Hattu, selaku Country Director Nutrition International menyampaikan apresiasinya atas kehadiran undangan yang jumlahnya melampaui ekspektasi yang menandakan besarnya rasa keingintahuan berbagai pihak mengenai efektifitas program fortifikasi vitamin A, meski sebatas dilihat dari kandungan Vitamin A dalam MGS. Apresiasi disampaikan kepada KFI selaku mitra NI dalam menjalankan kajian secara profesional. Harapannya hasil kajian ini dapat berkontribusi terhadap jalannya program fortifikasi di Indonesia, khususnya program fortifikasi MGS

Sesi diskusi hasil kajian vitamin A pada minyak goreng sawit dengan Prof. Drajat Martianto, M.Si sebagai moderator
Hasil pengujian vitamin A yang telah dilakukan KFI dan NI disampaikan oleh Ibu Atmarita, PhD. Sebanyak 85,3% sampel minyak goreng sawit top brand mengandung vitamin A >45 IU. Sementara 6,9% MGS mengandung vitamin A 20-45 IU dan 7,7% MGS mengandung vitamin A <20 IU (KFI & NI 2024). Sampel MGS yang mengandung vitamin <20 IU ditemukan lebih banyak di Jakarta dibandingkan di Surabaya. Sementara berdasarkan jenis ritel, kelompok sampel dari ritel besar memiliki proporsi MGS dengan vitamin A >45-70 IU paling tinggi (54,42%) dibandingkan kelompok sampel dari minimarket (50,0%) dan pasar tradisional (17,58%).
Hasil kajian analisis vitamin A pada minyak goreng sawit ini disambut baik oleh berbagai pihak. Sondang Widya Estikasari, S.Si, Apt, MKM, Direktur Pengawasan Produk Pangan Olahan, BPOM, menyambut baik data hasil kajian ini karena dengan kajian ini Indonesia jadi memiliki data tambahan selain data yang bersumber dari pemerintah. Di samping itu, Dewi Fatmaningrum dari UNICEF juga mengapresiasi hasil studi ini karena studi ini telah berhasil mengisi puzzle fortifikasi pangan yang masih terdapat missing dan harapannya kita semua dapat bersinergi untuk melengkapi puzzle-puzzle yang masih kosong melalui kajian yang serupa. Melalui forum ini, Adhi Lukman, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) juga menyampaikan apresiasinya kepada pelaku usaha yang sudah komitmen melakukan fortifikasi minyak goreng sawit sebagaimana hasil kajian ini. Beliau juga mendorong semua pihak untuk terus berkolaborasi untuk meningkatkan kualitas fortifikasi.
Saran dan masukan yang diperoleh dari diseminasi, antara lain :
- Hal yang perlu menjadi perhatian kedepannya adalah pengaturan produk-produk yang lama di peredaran agar hanya produk yang sesuai ketentuan yang beredar di masyarakat.
- Standar untuk kemasan MGS perlu diatur agar tidak ada kemasan berbiaya rendah yang kurang berkualitas menjaga kandungan vitamin A.
- Penggunaan I-Check Chroma-3 masih memerlukan biaya yang mahal sehingga perlu dipikirkan jangka panjangnya melalui peningkatan kemampuan Indonesia dalam pengembangan alat sejenis, atau sekurangnya vials (reagent) bisa diproduksi di dalam negeri untuk menekan harganya.
- Kajian ini perlu ditindaklanjuti dengan studi kandungan vitamin A MGS di populasi/rumah tangga dan studi tingkat kecukupan vitamin A di populasi untuk memperkuat studi efektivitas fortifikasi vitamin A pada minyak goreng.
- Untuk menguatkan implementasi fortifikasi minyak goreng, SNI MGS perlu disinergikan dengan aturan wajib kemas dibawah Kementerian Perdagangan agar tidak ada lagi MGS curah beredar di pasaran.